“Sangat menyenangkan bisa
merasakan berpuasa di negeri mayoritas Muslim.”
“Berpuasa di negeri minoritas
Muslim bisa jadi latihan yang baik untuk iman kita.”
Puasa Ramadhan tahun ini
menjadi salah satu bulan puasa yang berkesan untukku. Dari mengikuti buka puasa
bersama di banyak tempat, bersama teman-teman baru dan lama dari berbagai
komunitas, sampai mengisi salah satu program radio di Banda Aceh.
 |
Before the show |
Suatu hari, sesudah tarawih aku ngopi bersama
Rikaz dan Bang Gunawan, teman-teman dari Komunitas Bahasa Inggris, ACCES. Bang
Gun yang juga penyiar di salah satu radio di Banda Aceh, mengajakku dan Rikaz
untuk mengisi program yang dikawalnya, English Corner. Temanya tentang
pengalaman berpuasa di luar negeri. Ramadhan Away from Home.
 |
Wefie again |
Aku jadi teringat Faryaal, seorang bule asal
Inggris keturunan Pakistan yang kukenal di acara buka puasa bersama di salah
satu SLB beberapa hari sebelumnya. Bagaimana kalau kita ajak dia saja? Biar dia
juga berbagi pengalamannya berpuasa di Aceh, tempat yang baru ditinggalinya
kurang dari seminggu.
 |
Mixer |
Aku menghubungi Faryaal dan
menyampaikan rencana itu. Dia bersedia untuk ikut mengisi program English
Corner. Oh ya, Faryaal datang ke Aceh untuk penelitian Program Masternya di
lembaga yang sama dengan tempatku bekerja. Waktu itu, dia diajak ke acara buka
puasa bersama oleh manajer proyekku, Kak Era.
Akhirnya, Minggu (03/07) sore
aku dan Rikaz menjemput Faryaal di tempat tinggalnya selama di Banda Aceh, di
Lampineung. Rupanya, ada satu orang lagi teman kami yang mau ikutan ke Radio.
Kak Fara namanya, teman dari Aceh Backpacker yang juga aktif di beberapa
komunitas lain. Tapi katanya dia cuma mau lihat-lihat saja, tidak ikutan
siaran.
 |
On Air |
Jam 17.00, Bang Gun membuka siaran di kantor
radio di kawasan Mibo, Banda Aceh. Faryaal mulai menceritakan pengalamannya
berpuasa di Inggris. Dia pindah bersama keluarganya ke Inggris dari Pakistan
sejak masih kecil. Dia juga bercerita tentang puasa di musim panas yang
mencapai 18-19 jam, tentang sulitnya menemukan penjual makanan halal di negeri
minoritas Muslim.
 |
Again and again, wefie... |
Dia sangat terkesan tahun ini
bisa merasakan berpuasa di Aceh, tempat di mana Muslim menjadi mayoritas.
Hampir semua orang berpuasa, bersemangat mengisi hari-hari dengan ibadah
Ramadhan. Sesuatu yang tidak bisa ditemukan di Eropa, di mana Muslim menjadi
minoritas.
Lagu-lagu dari Coldplay, Muse,
Backstreet Boys, Shania Twain dan beberapa artis lainnya menjadi pembatas
giliran kami berbagi cerita sore itu.
 |
After the show |
Giliranku berbagi pengalaman
berpuasa di Jerman 1 dan 2 tahun lalu. Waktu itu Puasa Ramadhan juga hadir di
musim panas, dengan durasi tak jauh beda dengan di Inggris, 18-19 jam. Sahur
sekitar jam 2.30 pagi dan berbuka sekitar jam 21.30 malam.
Selama di Jerman, aku tinggal
di Weimar, kota kecil di Negara Bagian Thuringia. Jumlah Muslim di sini sangat
sedikit, sekitar 100-an orang. Kebanyakan mereka berasal dari Timur Tengah.
 |
After the show |
Makanan halal juga tidak
banyak pilihannya. Biar tidak bosan, kadang-kadang aku masak bersama
teman-teman Indonesia lainnya di asrama. Kami sering memasak masakan Indonesia
seperti gulai, rendang dan sebagainya untuk mengobati rasa kangen dengan tanah
air.
Tahun lalu Rikaz sempat
berpuasa di Italia. Tepatnya di Ferrara, tempatnya mengikuti program exchange student. Pengalamannya
juga tak jauh berbeda dengan kami yang berpuasa di Jerman dan Inggris. Cuma
lebih sulitnya, hampir sebulan Rikaz tidak makan nasi. Ternyata susah menemukan
nasi seperti yang biasa kita makan di Indonesia di sana. Akhirnya Rikaz lebih
banyak makan makanan vegetarian, sepert salad, buah-buahan, roti gandum atau
pizza tomat keju.
Beras seperti yang kita makan
di Indonesia, di Eropa dijual dengan nama "Jasmine Rice", biasanya
diimpor dari Thailand.
 |
Wefie again |
Selama berpuasa di luar
negeri, jauh dari kampung halaman, tentunya banyak yang dirindukan. Keluarga,
teman-teman, suasana kota kelahiran dan tentu saja makanannya yang lebih cocok
di lidah dan perut. Azan juga dirindukan, kata Rikaz. Ya, tinggal di
negara minoritas Muslim di Eropa, suara azan cuma bisa terdengar kalau kita ke
masjid. Suaranya tidak menggema ke seluruh kota.
Bagaimana pun, pengalaman
berpuasa jauh dari rumah, apalagi di tempat minoritas Muslim bisa jadi latihan
yang baik untuk iman kita. Cuma kita dan sedikit teman-teman Muslim lain yang
berpuasa. Sementara orang-orang ramai menjalani hari-hari seperti biasa.
Makan-minum dan beraktifitas normal di tempat umum.
 |
Sunset from the cafe |
Seusai siaran, kami berlima pun
membeli makanan dan menuju daerah Lamteh, dekat Ulee Lheu. Di sana lah kami
akan berbuka puasa di hari ke-28 Ramadhan.
Selamat Idul Fitri, semoga
tahun depan kita bisa berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan yang mulia ini.
Mantap Bang 👍
BalasHapusMantap Bang 👍
BalasHapusKerennn....
BalasHapussalut
BalasHapus