Sabtu (21/05) pagi itu kami dari Aceh Backpacker sudah berkumpul di rumah Ruli di
Blang Cut. Kami berlima, Aku, Kemal, Awi, Akhyar serta Ruli berencana camping di
Ujong Seudhun, pulau yang berada di bawah puncak Geurutee, Aceh Jaya. Semua
sudah siap, baju, sleeping bag, matras dan hammock sudah
terbungkus rapi di dalam tas. Peralatan makan, masak serta bahan-bahan
perbekalan pun sudah terbungkus dalam “carrier” karung beras
berkapasitas 50 kg yang dipersiapkan oleh Ruli. Sampai Awi mengingatkan, “Sudah
hubungi pawang perahu? Apa bisa menyeberang ke pulau?” Padahal waktu
itu kami tinggal tancap gas motor dan berangkat.
Sayangnya, pawa
ng perahu
mengatakan tidak berani menyeberang hari itu. Gelombang laut sedang tidak
bersahabat, dia tidak berani mengambil resiko. Kami berfikir mencari alternatif
tujuan camping lainnnya. Pokoknya hari itu harus jadi camping. Kami menghubungi
beberapa kawan yang punya link untuk trip ke pulau-pulau seperti Pulau Bunta,
Pulau Batee, Pulau Reusam
dan
beberapa pulau lain di pantai barat Aceh. Tapi satu pun tak membuahkan hasil.
Akhirnya kami memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan sepanjang
pantai barat. Biar lah sampai dimana saja asal bisa camping. Pilihan
waktu itu ada dua, antara Lhok Geulumpang atau Pulo Raya (Pulau Raya). Sekitar satu jam kemudian kami sampai di
puncak Geurutee. Kami singgah
dan beristirahat di sana. Pulau Ujong Seudhun dan Pulau Keluang tampak di bawah sana. Gelombang berkejar-kejaran
dengan cepat dan kacau, air laut di sekitar pantai pun keruh. Cuaca memang tak bersahabat
seperti kata pawang kapal.
Kami melanjutkan perjalanan sampai ke kawasan Pulo Raya, Aceh Jaya,
sekitar 105 km dari Banda Aceh
. Sa
mpai di sana, ka
mi mencari warung kopi di sekitar pelabuhan. Kami
bermaksud menjumpai warga setempat untuk mencari informasi cara ke P
ulo R
aya. Ke
betulan di sana ada Bang Mahdi, salah seorang Tuha Peut atau petinggi
Gampong (Kampung)
. Bang Mahdi
menyampaikan bahwa kami bisa
menyeberang dengan perahu kecil jam 3 siang nanti. Biaya penyeberangan
dari Gampong ke Pulo Raya Rp. 350.000,- PP.
Kami pun menunggu sambil bercerita mengenai Pulo Raya bersama Pak Abu
Bakar, seorang tua warga gampong.
 |
Balai Tempat Kami Bermalam |
Menurut Pak Abu Bakar, Gampong Pulo Raya tempat kami singgah ini awalnya
berada di Pulo Raya yang menjadi tujuan camping kami. Setelah tsunami tahun 2004 yang
meluluhlantakkan seluruh pulau, para penduduk yang selamat pindah ke daratan Aceh
di seberang Pulo Raya dan membangun desa baru. Meninggalkan tempat tinggal lama
mereka yang sebelumnya sudah lengkap dengan fasilitas masjid, sekolah dasar dan
juga puskesmas pembantu. Kini cuma ada 2 keluarga yang masih menetap di Pulo Raya. Mereka berkebun, mengurus keramba ikan dan budidaya rumput laut di sana. Selebihnya
Pulo Raya menjadi tempat
tinggal ratusan sapi dan kerbau yang diternakkan di sana. Setiap beberapa waktu sekali, petugas
dari Dinas Peternakan datang ke pulau untuk mengecek keadaan ternak-ternak ini.
 |
Makan Malam |
Jam 3 pun tiba, kami menitipkan sepeda motor kepada Bang Mahdi, lalu menuju
perahu kecil untuk
menyeberang. Tak lama setelah perahu kayu dengan mesin tempel itu melaju,
goyangan ombak yang lumayan kuat langsung terasa. Pawang mengarahkan perahu mengikuti aliran dengan seksama agar
tidak terjungkal. Seorang
temannya berdiri di depan, sebagai navigator memberi petunjuk arah agar kapal tidak menabrak
karang-karang dangkal di depan sana. Akhirnya setelah 20 menit menyeberangi lautan yang bergoyang kuat, kami
sampai di Pulo Raya.
 |
Bonfire |
Kami mendarat di pantai, langsung mengampbil pose dan berfoto. Tak jauh
dari tempat kami mendarat, terdapat sebuah balai. Rupanya di situ ada
panel surya, jadi kami punya arus listrik untuk penerangan. Kami bisa bermalam di balai ini, tak perlu mendirikan tenda. Se
telah membongkar barang bawaan, kami mulai
berjalan-jalan menyusuri pantai, survey medan sekitar. Ada beberapa kandang
sapi yang dibangun di sekitar balai. Tampak ratusan
sapi berkumpul di tepi pantai. Sambil minum di
genangan yang luas seperti kolam, atau menyantap rumput hijau di sana.
Agak
jauh di sebelah kanan balai, terdapat sebuah dermaga yang sudah reot. Di
dekatnya ada sebuat mobil pick up yang tampak sudah lama tak digunakan lagi. Di
lepas pantai Pulo R
aya tampak
tempat budidaya rumput laut milik warga. Kami sempat mengumpulkan sekitar 1
karung rumput laut yang terdampar di pantai, ma
sih segar dan dapat diolah untuk bahan makanan.
 |
Mancing di Dermaga Reot |
Menjelang magrib, kami mulai masak, menyiapkan makan malam. Menu malam itu
adalah nasi dan mie rebus. Setelah shalat magrib dan beristirahat sebentar
sambil menghangatkan diri di api unggun
, kami menuju dermaga reot untuk memancing. Cuaca saat itu mendung, langit
berawan. Bintang tak banyak terlihat, beberapa mengintip dari balik awan.
Begitu pun bulan yang malam itu sedang purnama. Ombak memukul pantai dengan
keras, kuat.
 |
Sarapan dulu yuk... |
Kami memancing selama hampir dua jam, ta
pi hanya
mendapat 2 ekor ikan. Kemudian kami kembali ke balai. Kemal, Akhyar dan Awi
menggantung hammock di tiang-tiang balai. Sementara aku dan Ruli menggelar
terpal dan menyiapkan sleeping bag. Tapi, aku, Awi dan R
uli tak langsung tidur, kami lanjut ngopi,
menikmati bubur kacang hijau sambil ngobrol sampai tak terasa jam setengah 3 tiba. K
ami pun
meyusul
tidur.
 |
Mirror-Mirror |
Aku terbangun sewaktu alarm shalat subuh dari HP menyala. Setelah shalat,
aku melanjutkan tidur yang sangat enak sampai sekitar jam setengah 8
pagi
. Pagi itu kami sarapan nasi
goreng dan telur dadar. Kami menghubungi bang Mahdi, minta tolong disampaikan
kepada pawa
ng perahu supaya
menjemput kami jam 2 siang. Menjelang siang, aku menjelajah
wilayah pantai di sebelah kiri balai.
Kolam genangan air menciptakan pemandangan seperti pantulan
cermin yang sangat indah. Di ujung sana
ada beberapa kapal keramba ikan dan rumah penduduk pulau. Tapi aku tak melihat
ada orang di sana. Puas menjelajah dan mengambil foto, aku kembali ke balai dan
makan siang bersama kawan-kawan yang lain.
 |
Packing done! Ready to go home. |
Akhirnya jam 2 lewat, pawang perahu datang menjemput kami. Sebelum kembali
ke daratan, mereka
mengumpulkan sekitar 1 kotak besar rumput laut. Perjalanan pulang tak jauh
berbeda dengan perjalanan pergi kemarin. Laut masih lumayan bergoyang, sangat
terasa di perahu kecil itu. Kami sampai ke daratan dengan selamat. Kami akan
kembali lagi ke sini, pasti. Tentunya dengan teman-teman yang lain, lebih ramai lagi.
Perjalanan di luar rencana ini pun berakhir bahagia.
Keren...keren... bg zaki
BalasHapusMakasih Sri...
HapusKeren...keren... bg zaki
BalasHapushana ubat bg zaki, menyo meurumpok lon hawa saling share pengalaman nge droneuh :)
BalasHapusBrat teuh meunyo hana ubat, haha... Jeut, pu nyo Zulfan ngoen Bang Yudi?
Hapussukses selalu zaki....
BalasHapus:-bd
Makasih Virus, :D
HapusThanks for the above Blog Post. I am regular reader of these blogs. Very informative, understandable, Knowledgeable facts. Thanks a lot!!! etc
BalasHapus