Air terjun Peucari Jantho adalah
salah satu keindahan alam Aceh yang tersembunyi. Aku mengetahuinya dari
foto-foto di Instagram dan informasi dari kawan yang pernah ke sana. Akhirnya,
ketika waktunya pas, aku mengajak kawan-kawan dari Aceh Backpacker untuk
tracking ke sana.
Track menuju air terjun ini dimulai
dari Desa Bueng, di Ujung Kota Jantho. Perjalanan dari Banda Aceh ke Jantho
sendiri memakan waktu sekitar 1 setengah jam.
Perjalanan kami terlambat dari
jadwal yang direncanakan karena harus menunggu beberapa orang kawan yang
terlambat berkumpul. Kami berangkat dari Banda Aceh sebanyak 2 rombongan. Rombongan
pertama terdiri dari 9 orang, yaitu Aku, Rikaz, Kak Rubama, Emma, Bang Awi,
Ummul, Kemal, Raja, serta Ichlas yang menunggu di rumahnya di Seunebok,
Seulimum, tak jauh dari Simpang Jantho. Rombongan kedua terdiri dari 4 orang.
Mereka menyusul di siang hari.
Di Jantho kami sudah ditunggu
oleh 2 orang pemandu yang akan menemani perjalanan ke air terjun. Mereka adalah
Bang Fahmi dan Ajidan, warga Desa Bueng. Setelah semua anggota rombongan
pertama berkumpul dan membeli bekal di dekat Masjid Jantho, perjalanan pun
dimulai.
Di jalan menuju Desa Bueng, di
tiap persimpangan tertulis arah menuju air terjun, di jalan dan juga di
tiang-tiang penunjuk arah. Dari Desa Bueng, dekat SDN 4 Jantho, kita berbelok
ke kanan. Kemudian terus melaju beberapa kilometer lagi. Jalanannya tidak
terlalu bagus, belum beraspal, tanjakan dan turunannya lumayan berat dilalui
motor biasa. Cocoknya memang menggunakan motor trail seperti yang digunakan Bang
Fahmi.
Akhirnya sampailah di sungai
pertama. Saat itu airnya sekitar selutut orang dewasa. Kami menyeberangkan
motor melewati sungai ini. Kemudian melanjutkan lagi perjalanan. Ketika sampai
ke tanjakan yang lebih sulit, kami memutuskan untuk memarkir motor dan
melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Tracking pun dimulai. Bang Fahmi
memimpin rombongan di depan kami, sedangkan Bang Ajidan mengawal di belakang.
 |
Menyeberangi sungai pertama |
Kami menemukan sebuah bangunan
berlantai 3. Kami singgah dan mengambil beberapa foto disitu. Kemudian
melanjutkan perjalanan sambil sesekali memotret pemandangan.
Beberapa lama kemudian rombongan
ini mulai terpencar. Sebagian sudah jauh ke depan, sedangkan aku, Rikaz dan Bang
Ajidan di belakang. Rikaz memang sudah sekitar 2 bulan tidak pernah tracking
dan jalan-jalan lagi. Tapi kami tetap melanjutkan perjalanan dengan berjalan
santai. Kami sempat berpapasan dengan beberapa orang dari rombongan Mapala yang
sedang melalukan pelatihan diksar di sekitar kawasan air terjun Peucari.
Kami memasuki hutan, menyebrangi
sungai sekitar 10 kali. Lebih dari yang dibilang kawanku, 7 kali. Juga ada 2
tanjakan yang lumayan curam. Tapi yang kurasa memang medannya tidak seberat
tempat-tempat yang kami kunjungi sebelumnya, seperti misalnya jalan menuju Air
Terjun Tahura Saree. Track menuju air terjun peucari cuma jauh, tidak berat.
 |
Aliran Sungai |
Di sepanjang perjalanan di dalam
hutan, sempat beberapa kali terlihat jejak-jejak binatang seperti kerbau. Aku
juga sempat melihat ular hitam sepanjang sekitar 1,5 meter melintas. Bang Fahmi
dari rombongan yang duluan di depan kami sempat melihat jejak harimau.
Kami terlambat sampai ke air
tujuan, air terjun tingkat kedua. Hampir 3 jam waktu yang kami habiskan di
perjalanan. Ketika kami sampai, rombongan kloter pertama yang sudah duluan
kesana, sudah mau kembali pulang. Kami pun istirahat sebentar sambil makan
perbekalan bersama-sama. Aku, Rikaz dan Bang Ajidan lalu melanjutkan perjalanan
ke air terjun. Tak jauh lagi, sekitar 5 menit jalan kata kawan-kawan dari
kloter pertama.
 |
Air Terjun Peucari Level 1 |
Akhirnya kami sampai di Air Terjun
Peucari tingkat kedua. Tingginya sekitar 8 meter, dengan gua kecil di bawahnya
dan kolam besar yang dalamnya juga mencapai 5 meter menurut bang Ajidan.
Sebelumnya kami sudah melewati tingkat pertama yang lumayan tinggi tapi volume
airnya tidak terlalu besar. Kata Bang Ajidan, ada total 27 tingkat di Air
Terjun Peucari ini, wow…
 |
Air Terjun Peucari Level 2 |
Tapi aku dan Rikaz tidak
berlama-lama disitu. Aku pun mengurungkan niat untuk berenang karena hujan
gerimis sudah turun lagi. Setelah mengambil beberapa foto air terjun dan juga selfie, kami kembali pulang. Sebenarnya pemandangan
air terjun yang lebih indah terletak tepat di atas tingkat yang kami kunjungi
ini, yang nantinya dikunjungi oleh rombongan Bang Ucok yang menyusul di siang
hari.
Dalam perjalanan pulang, kmi
bertemu dengan rombongan Bang Ucok ini. Selain Bang Ucuk, mereka terdiri dari
Yasir, Iqbal dan Camoy. Kami sempat foto bersama lalu melanjutkan perjalanan.
Di perjalanan pulang kami lebih banyak menysuri sungai daripada jalan-jalan
setapak di dalam hutan. Hujan kembali turun walaupun tidak terlalu deras.
 |
Berpapasan dengan Bang Ucok dkk. |
Perjalanan pulang ini lah yang
membuat trip kali ini seru. Seperti yang kubilang tadi, tracknya tidak terlalu
berat, cuma jauh. Tapi hujan yang turun membuat air sungai pertama di dekat
tempat kami parkir motor meluap. Arusnya pun cukup deras. Rikaz pun semakin
lemas dalam perjalanan pulang, sehingga kami terlambat sampai, malah disusul
rombongan Bang Ucok yang sudah selesai berfoto dan berkeliling di air terjun
sampai tingkat ketiga.
Kami berpapasan lagi dengan
rombongan mapala yang tadi. Mereka akan kembali ke posko. Kami pun melanjutkan
perjalanan bersama-sama. Langit mendung dan hujan yang sesekali turun membuat
hari menjadi lebih cepat gelap. Kami sempat beristirahat sebentar di dekat
posko mapala. Di situ sinyal seluler sudah bisa terjangkau lagi. Kami
menghubungi rombongan Kak Rubama dan Emma untuk mengetahui keadaan
masing-masing.
Akhirnya kami melanjutkan
perjalanan dan sampai juga ke sungai pertama. Kami bertemu lagi dengan
rombongan Bang Ucok yang menunggu air surut. Rupanya aliran sungai sudah meluap
dan arusnya sangat deras. Hujan gerimis pun terus turun. Rombongan kami
menunggu di satu sisi, dengan 4 sepeda motor yang masih harus diseberangkan,
dan rombongan Kak Rubama di sisi lain sungai. Ichlas dan Ummul sudah kembali
duluan ke Banda setelah mereka menyeberangkan motor sebelum magrib tadi. Mereka
kembali duluan karena keesokan harinya pagi-pagi sekali Ummul harus masuk jaga
di rumah sakit.
Ketika arus sungai mulai mereda,
dengan bantuan kedua pemandu, Bang Fahmi dan Ajidan kami pun mulai menyeberangi
sungai. Arusnya masih lumayan kuat dengan ketinggian air sekitar sepinggang.
Sempat goyang juga sewaktu memasuki sungai untuk menyeberang. Proses
menyeberang menjadi lebih stabil setelah kami berpegangan tiap 3 atau 4 orang
sekali jalan. Akhirnya kami semua selamat sampai di seberang. Tapi pekerjaan
belum selesai. Masih ada motor yang harus diseberangkan.
Kami semua beristirahat di sebuah
pondok. Sambil melepas lelah dan mengeringkan badan, kami berembuk soal sepeda
motor yang masih tertinggal di seberang sungai. Apakah kami langsung pulang ke
Banda Aceh dan meninggalkan motor di sini, untuk kemudian diambil keesokan
harinya. Atau menunggu arus sungai lebih surut dan reda, lalu menggotongnya
seperti yang dilakukan rombongan Kak Rubama magrib tadi? Akhirnya kami memilih
opsi kedua.
 |
Menunggu hujan reda, sekitar jam 10 malam. |
Jam 11 malam, hujan mulai reda.
Beberapa orang dari kami kembali ke sungai untuk mengecek keadaan. Air sungai
terlihat mulai surut. Kami memutuskan untuk menggotong motor satu per satu
menyeberangi sungai. Akhirnya keempat motor yang tertinggal berhasil kami seberangkan.
Sekitar jam 12 kurang, setelah
semua bersiap dan membayar jasa pemandu kami pulang ke Banda Aceh. Kami memberi
lebih dari tarif biasanya (Rp. 200.000,-) untuk perjalanan kali ini karena para
pemandu sudah membantu banyak sekali sampai malam, melebihi tugasnya dalam trip
biasa. Mereka pun mengantarkan kami sampai ke ujung Desa Bueng.
Dari desa Bueng menuju simpang
Kota Jantho-Seulimum perjalanannya terasa lama sekali. Jalanan sepi, udara
dingin terasa sekali di kaki yang hanya memakai celana pendek. Di dalam wilayah Kota Jantho, kami semua masih berjalan dalam satu rombongan. Aku bersama Rikaz
disusul Kak Rubama dan Emma. Bang Ucok dan Yasir, Bang Awi serta Iqbal dan
Camoy di belakangnya, disusul Kemal dan Raja.
Memasuki jalan Banda Aceh -
Medan rombongan kami mulai terpencar. Aku dan Rikaz melaju jauh di depan. Menurut
cerita Kak Rubama, mereka banyak berhenti untuk gantian menyupiri motor atau
singah ke kamar kecil. Tapi yang penting semuanya selamat sampai ke rumah.
Tidak semua ke rumah sih, misalnya Kak Rubama dan Emma yang akhirnya menginap
di kantor Emma di seputaran Merduati, Banda Aceh. Kami semua sampai di rumah
sekitar jam 2 pagi. Setelah mandi, tidur malam itu terasa sangat enak. Kami
pasti kembali lagi ke Air Terjun Peucari, menjelajah tingkat yang lebih jauh,
lebih tinggi lagi.
bukan hanya pantai, ternyata terselebung bnyak air terjun, luar biasa
BalasHapus