Tidak perlu waktu lama untukku bisa betah tinggal di
Weimar. Bahkan sejak pertama kali mengunjungi kota ini bulan Agustus tahun lalu
bersama Ikatan Mahasiswa Aceh di Jerman (IMAN) aku langsung menyukai kota
budaya yang indah ini. Kota kecil dengan penduduk yang juga tidak terlalu
ramai. Kota yang jalanannya sepi dari kemacetan dan kebisingan kendaraan
bermotor. Kota kecil yang cocok untukku.
Walaupun betah, namanya merantau, tinggal jauh dari
kampung halaman, pasti ada sesuatu yang kurang. Selain keluarga, kekasih dan
teman-teman di kampung halaman, hal yang paling kurindukan adalah makanan khas
Aceh dan Indonesia.
Kemampuan masakku masih biasa-biasa saja. Aku baru
bisa memasak masakan dengan bumbu yang tidak terlalu rumit, misalnya nasi
goreng, sup dan olahan sayur sederhana lainnya. Setelah beberapa bulan tinggal
di Weimar, rasa bosan dengan makanan yang biasa kumakan sehari-hari di kostan atau
di luar, misalnya kebab mulai muncul.
Aku sangat senang ketika ada kesempatan berkumpul dan
makan masakan Indonesia. Misalnya sekitar 2 bulan lalu di rumah Mbak
Rina, seorang mahasiswi S3 di Bauhaus Uni-Weimar. Mbak Rina dan suaminya yang
asli Jerman tinggal bersama putra mereka yang berusia 1 tahun di Erfurt,
sekitar 15 menit perjalanan naik kereta dari Weimar.
Di sana kami berkumpul bersama beberapa mahasiswa Indonesia
dari Weimar dan Erfurt. Kami menikmati hidangan yang akrab dengan lidah
Indonesia kami. Hidangan favoritku waktu itu adalah Mie Aceh dah Teri Medan
super pedas. Rasanya luar biasa enak dibandingkan makanan sehari-hari di Mensa
(Kantin) Kampus yang tidak pernah ada yang pedas.
Akhir pekan kemarin selama 2 hari berturut-turut rasa
kangenku sama masakan Aceh dan Indonesia terobati dengan sangat baik. Hari
Sabtu, kami mahasiswa Indonesia di Weimar, khususnya program NHRE yang cuma empat
orang berkumpul di tempat tinggal salah seorang dari kami, Mas Hendra. Dia senior satu
tingkat di atasku dan dua temanku sesama mahasiswa baru, Batta dan Athiya. Mas Hendra tinggal bersama istri dan 2
orang anaknya yang masih kecil.
 |
Menu Indo-Weimarer masak bersama |
Kami bersama-sama memasak dan menyiapkan hidangan dari
bahan-bahan yang sudah dibeli sehari sebelumnya. Masakan yang berhasil kami
buat adalah Tongseng, Bakso, Bakwan Jagung, Pecal dan Ayam Goreng. Kami juga
mengundang teman kampus kami dari Pakistan yang tinggal di Studentenwohnheim yang sama dengan
Mas Hendra untuk makan siang bersama. Selain itu ada juga teman yang berasal dari Argentina dan India. Makan siang di Hari Sabtu itu sangat memuaskan.
 |
Bakso, favoritku di Hari Sabtu |
Pulang dari tempat tinggal Mas Hendra, sorenya aku langsung
menuju
Göttingen. Ini pertama kalinya aku kembali ke Göttingen sejak selesai
kursus Bahasa Jerman di sana sebelum mulai kuliah awal Oktober 2013 yang lalu. Dari Göttingen, aku dan rekan-rekan Mahasiswa Aceh di Göttingen akan berangkat ke
Hamburg pada Minggu pagi untuk bersilaturrahim dengan warga Aceh yang sudah
lama tinggal di sana.
 |
Indo-Weimarer and Friends |
Kami mengunjungi Wak Aminah yang sudah lebih dari 40
tahun tinggal di Jerman. Wak Aminah tinggal bersama anak dan dua orang cucunya.
Beliau sudah sering menerima tamu dari Aceh yang berkunjung ke Jerman. Pada
hari itu berkumpul belasan Warga Aceh dari Hamburg, Göttingen, Weimar, dan Greifswald
di rumah Wak Aminah.
 |
Menu khas Aceh di Hamburg |
Dalam acara Silaturrahim itu disediakan makan siang
dengan menu masakan khas Aceh. Rasanya sangat enak. Kami semua sangat menikmati
makanan yang disediakan. Gulai Kambing, Ikan Keumamah, Tumis Tauco, Rendang,
dan Kerupuk Mulieng tidak perlu waktu lama berpindah dari meja makan ke dalam
perut kami. Kami sampai beberapa kali menambah porsi makan.
Sore harinya aku yang tinggal di Weimar dan Tya yang
tinggal di Greifswald pulang kembali ke kota kami masing-masing. Sementara rekan-rekan
lainnya yang tinggal di Göttingen pulang belakangan. Sebagian ada yang
menginap di tempat rekan mahasiswa di Hamburg.
Aku pulang dengan perasaan puas dan senang. Dua hari
berturut-turut rasa kangen perutku sama masakan Aceh dan Indonesia bisa terobati.
Related Posts:
yg Pakistan, kenalin aku :P
BalasHapusakhirnya makan makanan indonesia, tp gak komplit ah.. gak ada sate matang wakakakakaa ngiler qe :P
miss u bro.. baik2 di sana. kelilingi tu Eropa :D
Dua orang Pakistan yang ikut makan-makan ini suami istri. Dua-duanya kawan sekelasku. Ada kawan Pakistan yang lain, coba lihat di Facebook-ku Da, :D
HapusIya Da, masih kurang sate matang, kuah pliek, asam keung, dll. Tapi sementara cukup lah itu.
Baik-baik juga disana ya Sis. Ntar pas ada waktu aku kelilingi Eropa.
Mendadak lapar :D
BalasHapusMudah2an ada waktu untuk datang ke indonesia dan mampir ke Bandung. :)
BalasHapusAmin...
HapusMudah-mudahan bisa ke Bandung lagi. Saya baru sekali ke sana, tahun 2012.